Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kemarin (29/12) memanggil jajaran dinas pendidikan provinsi. Dalam pertemuan tertutup dibahas skema penyiapan logistik ujian nasional (unas) 2015. Sedangkan soal kepastian nama baru Unas 2015 diumumkan bulan depan.
Setelah memberi arahan, Mendikbud Anies Baswedan mengatakan, sampai saat ini nama resminya masih Unas 2015. "Kita belum bicara nama baru. Termasuk yang sudah ramai diberitakan (evaluasi nasional/enas, red)," ujar Anies di kantor Kemendikbud kemarin.
Meskipun begitu Anies memastikan Unas 2015 bakal mengalami modifikasi. Baik dari teknis pelaksanaan hingga konsep penyelenggaraannya. "Jangan menyimpulkan dulu Unas 2015 sama dengan Unas 2014. Kita pastikan Unas 2015 fungsinya sebagai pemetaan," katanya.
Pemetaan yang dimaksud itu meliputi kemampuan siswa, orangtua siswa, sekolah, pemerintah kabupaten/kota, hingga pemerintah provinsi. "Beda lainnya seperti apa" Kita selesaikan urusan logistik dulu," tutur Anies.Urusan logistik ini terkait dengan jumlah peserta Unas 2015. Dia mengatakan data siswa peserta Unas 2015 yang dikumpulkan dalam data base Dapodik (data pokok pendidikan) kondisinya bermasalah. Sehingga untuk memastikan jumlah peserta definitif Unas 2015, harus diverifikasi ulang oleh pemerintah kabupaten/kota.
Data jumlah peserta unas itu cukup penting. Diantaranya adalah untuk penentuan kuota naskah ujian yang dicetak. Hingga kemarin Anies belum bisa menuturkan volume dan anggaran proyek naskah Unas 2015. Rapat antara Kemendikbud dengan jajaran pemerintah provinsi itu rencananya berlangsung hingga hari ini.
Sementara itu Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo menuturkan, konsep pelaksanaan unas harud dibenahi. Jika tidak, besar potensinya para guru akan terjebak dan bertindak menyimpang. Seperti mencari bocoran soal ujian dan membantu siswa supaya lulus unas. "Guru nekat seperti itu karena tuntutan dari masyarakat dan kepala sekolah," tutur Sulistyo.
Dia menjelaskan tingkat kelulusan yang maksimal, akan menimbulkan citra positif sekolah oleh masyarakat. Sedangkan kepala sekolah, mendapat tekanan dari dinas pendidikan hingga bupati/wali kota, untuk meningkatkan angka kelulusan di sekolah masing-masing.
"Jika untuk mengejar angka kelulusan tinggi dengan cara benar, tidak masalah. Yang jadi persoalan jika cara yang dipakai itu salah," urai dia. Sulistyo sepakat jika fungsi unas dikembalikan lagi ke pemetaan, bukan sebagai penentu kelulusan siswa. (wan/kim)
0 comments:
Post a Comment