Thursday, July 7, 2011

Sudah Ikhlaskah Kita ?

Posted by Polazila at 6:31 PM
Bukan sesuatu yang asing lagi di telinga kita apabila kita mendengar ada orang yang berkata, “Aku ikhlas kok!” atau “Kerjanya yang ikhlas ya!”, tapi apakah kita pernah bertanya kepada diri kita apa sebenarnya ikhlas itu? Apakah yang kita pahami tentang ikhlas itu sama dengan yang dimaksud oleh Allah dan RasulNya? Oleh karena itu, pada edisi perdana ini kita akan mencoba mempelajari makna ikhlas yang benar dan beberapa hal yang berhubungan dengannya.


Makna ikhlas

Ikhlas adalah memurnikan ibadah atau amal shalih hanya untuk Allah dengan mengharap pahala dariNya semata. Jadi dalam beramal kita hanya mengharap balasan dari Allah, tidak dari manusia atau makhluk-makhluk yang lain. Imam Ibnul Qayyim menjelaskan arti ikhlas yaitu mengesakan Allah di dalam tujuan atau keinginan ketika melakukan ketaatan, beliau juga menjelaskan bahwa ikhlas adalah memurnikan amalan dari segala yang mengotorinya. Inilah bentuk pengamalan dari firman Allah dalam surat Al-Fatihah ayat 5 yang artinya: ”Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan”.

Urgensi Ikhlas

Ikhlas dalam beramal memiliki peranan yang sangat penting, karena ia adalah syarat diterimanya amal tersebut, sebagaimana firman Allah yang artinya : “Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas menaatiNya semata-mata karena (menjalankan ) agama, dan juga agar menegakkan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus dan benar”
( QS. Al-Bayyinah :5 ).

Oleh sebab itu, apabila seseorang tidak ikhlas dan dia beramal hanya untuk tujuan-tujuan dunia, maka ini adalah pertanda kebinasaan karena Allah tidak akan menerima amal tersebut dan hanya menjadikannya seperti debu yang berterbangan sebagaimana firman Allah yang artinya: “Dan kami perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan lalu kami jadikan amal itu seperti debu yang berterbangan”
( QS Al-Furqan: 23 ).

Di dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesunggunhnya Allah telah berfirman: Aku sangat tidak butuh kepada sekutu, barang siapa yang mengerjakan suatu amalan yang dia menyekutukanKu di dalamnya maka akan Aku tinggalkan dia dan sekutunya” (HR. Muslim).

Petunjuk Alqur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ikhlas

Kalau kita duduk sejenak untuk mentadaburi ayat-ayat Allah dan Hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, niscaya kita akan mendapatkan banyak sekali ayat dan hadits yang memerintahkan kita untuk ikhlas di dalam beramal, diantaranya adalah firman Allah pada surat Adz-Dzariyat: 56 yang artinya: “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu saja”.

Dalam ayat ini Allah menerangkan tentang tujuan diciptakannya manusia dan jin, yaitu untuk beribadah hanya kepada Allah semata, ini berarti semua amal yang kita lakukan haruslah murni hanya untuk Allah bukan untuk selainNya.

Begitu juga firman Allah yang artinya: “Katakanlah, (wahai Muhammad ) hanya Allah yang aku sembah dengan penuh ketaatan kepadaNya dalam menjalankan agamaku”
( QS. Az-Zumar: 14 ).
Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada nabiNya untuk menyatakan keikhlasan di dalam ibadah, maka perintah kepada rasul merupakan perintah kepada umatnya pula.

Adapun hadits-hadits Rasulullah-shalallahu ‘alaihi wa sallam- yang berkaitan dengan ikhlas sangatlah banyak, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Al-Khattab, beliau berkata: Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya amal itu tergantung dari pada niatnya dan balasan yang akan diperoleh seseorang tergantung dari apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang berhijrah untuk Allah dan rasulNya maka hijrahnya itu akan menuju Allah dan rasulNya dan barang siapa yang berhijrah untuk dunia yang dia cari atau wanita yang ingin dia nikahi maka hijrahnya itu akan tertuju untuk apa yang ia inginkan”.
(HR. Bukhari dan Muslim).

Di dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan balasan orang-orang yang berbuat amal karena Allah, yaitu Allah akan menerima amalnya. Adapun orang-orang yang beramal untuk selainNya maka terkadang Allah akan memberi sesuai dengan yang ia inginkan namun ia tidak akan mendapatkan pahala dari Allah.

Hal-hal yang dapat merusak ikhlas.

Setan adalah musuh terbesar manusia. Setan tidak akan pernah membiarkan manusia melakukan suatu amal kebaikan melainkan dia akan berusaha untuk merusak amalan tersebut. Begitulah yang terjadi jika seseorang berusaha untuk megikhlaskan ibadahnya, maka disitulah setan akan berusaha untuk membuat manusia tidak ikhlas.

Oleh karena itu, sebagai seorang muslim haruslah mengetahui tipuan-tipuan setan sehingga kita tidak terjebak di dalamnya karena barangsiapa yang tidak mengetahui tipuan-tipuan tersebut maka dia akan terjatuh di dalamnya.

Diantara hal-hal yang dapat merusak keikhlasan seseorang adalah :

1. Riya’

Yang dimaksud dengan riya’ adalah seseorang menampakan amalnya dengan tujuan orang lain melihatnya dan memujinya. Perbuatan seperti ini adalah termasuk pembatal keikhlasan. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mengkhawatirkan jika umatnya terjatuh dalam perbuatan tersebut.

sebagaimana sabda beliau yang artinya : “Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, maka para sahabat bertanya : ‘Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?’. Beliaupun bersabda: ‘Syirik kecil itu adalah riya’. Pada hari kiamat ketika manusia dibalas dengan amal perbuatannya Allah akan berkata kepada orang-orang yang berbuat riya’, ‘Pergilah kalian kepada apa-apa yang membuat kalian berbuat riya’, maka lihatlah apakah kalian mandapat balasan dari mereka’”
(HR. Ahmad ).

Di dalam hadits ini kita mendapati bagaimana besarnya kasih sayang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya sehingga beliau menerangkan apa-apa yang membahayakan umatnya di dunia dan di akhirat. Pada hadits ini pula kita dapat mengetahui bahaya riya’, yaitu pelakunya tidak akan mendapatkan balasan dari Allah, bahkan Allah menyuruh mereka untuk pergi kepada apa-apa yang menyebabkan mereka berbuat riya’.

Apabila mereka beramal karena ingin dilihat oleh teman-temannya dan ingin disebut sebagai orang yang alim, maka Allah akan menyuruhnya untuk pergi kepada teman-temannya tersebut untuk meminta balasan dari amalnya, maka tidaklah mungkin teman-temannya itu akan dapat memberi balasan kepadanya. Bahkan teman-temannya itupun membutuhkan pahala dari Allah.

Oleh sebab itu, hendaklah kita berhati-hati terhadap perbutan riya’ dan selalu meminta pertolongan Allah agar tidak terjatuh kepada perbuatan tersebut.

2. Sum’ah

Adapun yang dimaksud dengan sum’ah adalah seseorang beramal dengan tujuan agar orang lain mendengar amalnya tersebut lalu memujinya. Maka bahaya sum’ah sama dengan bahaya riya’ dan pelakunya terancam tidak akan mendapatkan balasan dari Allah, bahkan Allah akan membuka semua keburukannya di hadapan manusia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda yang artinya : “Barangsiapa yang memperdengarkan amalannya maka Allah akan memperdengarkan kejelekan niatnya dan barang siapa yang beramal karena riya’ maka Allah akan membuka niatnya di hadapan manusia”
(HR. Bukhari dan Muslim)

3. Ujub

Yang dimaksud dengan ujub adalah seseorang berbangga diri dengan amal-amalnya. Para ulama menerangkan bahwa ujub merupakan sebab terhapusnya pahala seseorang, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa ujub sebagai hal-hal yang membinasakan.

Beliau bersabda yang artinya: “Hal-hal yang membinasakan ada tiga yaitu: berbangganya seseorang dengan dirinya, kikir yang dituruti, dan hawa nafsu yang diikuti”
(HR. Al-Bazzar ).

Maka hendaklah kita berhati-hati dari ujub dan menyadari bahwa segala amal shalih yang kita lakukan adalah rahmat dari Allah kepada kita, dan bukan semata-mata karena usaha kita. Kita memohon kepada Allah agar menjauhkan diri kita dari penyakit-penyakit yang merusak keikhlasan dan agar Allah menerima amal shalih yang kita lakukan.

Untaian mutiara hikmah tentang ikhlas

Imam Sufyan Ats Tsauri-Rahimahullah- berkata “Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah”. Sebagian ulama berkata, ”Ikhlas sesaat akan membuahkan keselamatan yang abadi”,

Ibnul Qoyyim-Rahimahullah- berkata, “Tidak akan berkumpul keikhlasan di dalam hati seseorang dengan kecintaan untuk dipuji dan disanjung serta keinginan untuk mendapatkan apa-apa yang ada di sisi manusia, kecuali sebagaimana berkumpulnya api dan air atau kadal gurun dan ikan.”

Imam Ibnul Mubarak berkata, “Betapa banyak amal yang sepele menjadi besar dikarenakan niat -yang benar-, dan betapa banyak amal yang besar menjadi kecil karena niat -yang salah-.

Setelah kita mengetahui bahwa ikhlas bukanlah hanya sekedar ucapan ‘Saya ikhlas’ dan bukan hanya sekedar tulus dalam memberi dan tanpa pamrih, maka marilah kita bertanya kepada diri kita sekarang “Sudahkah kita ikhlas dalam beramal?”, “Sudahkan kita terhindar dari hal-hal yang mengotori amal kita?”

Bila jawabannya adalah ‘sudah’, maka wajib bagi kita untuk bersyukur dan terus berusaha untuk istiqamah, adapun apabila jawabannya ‘belum’ maka hendaklah kita berusaha memperbaiki hati dan memohon taufik serta hidayah dari Allah supaya menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas.

Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa ashabihi ajma’iin.

Oleh: Adi Aprianto (Mahasiswa Ma’had Ali Al-Imam Asy-Syafii Jember)

Sumber Artikel : kajiansaid.wordpress.com

G+

0 comments:

Post a Comment