Sahabat Edukasi yang berbahagia…
Kenaikan fantastis gaji pejabat dan pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov DKI tahun ini mendapat perhatian serius Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN-RB) Yuddy Chrisnandi. Selasa (3/2) Yuddy menemui Gubernur DKI Basuki T. Purnama (Ahok) di balai kota.
Kenaikan fantastis gaji pejabat dan pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov DKI tahun ini mendapat perhatian serius Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN-RB) Yuddy Chrisnandi. Selasa (3/2) Yuddy menemui Gubernur DKI Basuki T. Purnama (Ahok) di balai kota.
Menurut dia, kebijakan gaji Pemprov DKI membuat daerah lain terheran-heran. Karena itu, pihaknya ingin mengetahui detail kebijakan kenaikan tunjangan kinerja daerah (TKD) tersebut. ’’Dari penjelasan memang sesuai ketentuan dan peraturan,’’ ujarnya.
Yuddy menyatakan, berdasar ketentuan, harus ada batas maksimum yang tidak boleh dilanggar dalam biaya atau belanja pegawai. Yakni, mencapai 30 persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Untuk pemerintah provinsi, batas maksimumnya tidak boleh lebih dari 25 persen. Setelah ditanyakan kepada Gubernur Ahok, biaya pegawai di DKI berkisar 24 persen. ’’Jadi lebih rendah,’’ kata pria kelahiran Bandung tersebut.
Yuddy menjelaskan, komponen penghasilan PNS terdiri atas gaji dan tunjangan kinerja. Nah, tunjangan kinerja terbagi menjadi tunjangan kinerja organisasi dan individu. Tentu, setiap daerah memiliki nominal tunjangan berbeda-beda sesuai dengan kemampuan daerah masing-masing. ’’Pendapatan DKI mencapai Rp. 40 triliun, kemudian APBD-nya lebih dari Rp 70 triliun. Dari sisi keuangan, kenaikan gaji mungkin bisa dilakukan,’’ terangnya.
Menteri PAN- RB Yuddy Chrisnandi (kanan) saat bertemu Ahok di balai kota, Selasa (3/2). (Haritsah/ Jawa Pos)
Pihaknya pun telah sepaham dengan kebijakan Gubernur Ahok untuk menggunakan TKD dinamis kepada para PNS di lingkungan Pemprov DKI. Sebab, kebijakan yang diambil tidak menyalahi Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, Yuddy menaruh harapan agar kebijakan peningkatan penghasilan gaji PNS itu menjadikan sumber daya mereka lebih unggul.
Sebetulnya tidak mudah mendapat kenaikan gaji besar itu. Sebab, hanya PNS dengan kompetensi tinggi yang mampu memperoleh TKD maksimal. ’’Intinya, tidak salah apa yang dilakukan pemerintah DKI. Tinggal nomenklaturnya disesuaikan dengan undang-undang,’’ tegas mantan anggota DPR tersebut.
Selain persoalan TKD, pertemuan Yuddy dan Ahok kemarin membahas penghapusan honorarium bagi pegawai pengendali teknis. Rencananya, penghapusan honorarium itu dibarengi dengan pemberian kompensasi berupa kenaikan gaji bagi mereka. Tujuan penghapusan honorarium adalah efisiensi anggaran.
Menurut Yuddy, kebijakan penghapusan oleh Gubernur Ahok bisa menghemat hingga 26 persen anggaran. Dana tersebut sebelumnya hanya menjadi konsumsi PNS ’’nakal.’’ Setelah dihapus, anggaran honorarium itu dialokasikan dalam TKD. ’’Dengan TKD, kinerja setiap PNS dihitung berdasar poin,’’ terang pria yang menjadi dosen di beberapa kampus di Jakarta tersebut.
Yuddy mencontohkan, TKD statis seorang lurah adalah Rp. 9 juta. Jika lurah bersangkutan hanya melakukan tugas-tugas rutin, tambahannya cuma Rp. 9 juta. ’’Soal besaran gaji PNS di seluruh Indonesia, ketentuannya sama,’’ ungkapnya.
Setelah puas menerima penjelasan dari Gubernur Ahok, Yuddy pun memutuskan akan menjadikan Jakarta sebagai role model penerapan sistem TKD dinamis. Apalagi semua penjabaran tentang TKD dinamis telah diatur dalam UU ASN. ’’Pada dasarnya, penerapan seperti itu sangat tergantung pada kemampuan daerah masing-masing,’’ tutur Yuddy.
Menanggapi Jakarta bakal menjadi role model penghasilan pejabat dan PNS, Ahok menyatakan siap. Dia juga sangat mendukung keputusan KemenPAN-RB tersebut. Yang jelas, yang dilakukan Pemprov DKI memang sudah mengacu UU tentang ASN. Maksud Ahok bukan tanpa rencana atau tanpa acuan yang matang. ’’Kebetulan, saya jadi orang yang menyusun UU ini waktu saya di Komisi II DPR,’’ jelasnya setelah bertemu dengan Menteri Yuddy.
Menurut Ahok, pemberian TKD dinamis dan statis itu mesti didukung untuk bisa diberlakukan di seluruh Indonesia. Di Jakarta, penerapan TKD berjalan sejak awal tahun. ’’Kan DKI jadi model. Ini dites dulu ribut nggak,’’ kata suami Veronica Tan tersebut.
Dia menegaskan, selama manfaatnya lebih banyak, pasti tidak akan terjadi keributan. Yang ribut itu, lanjut Ahok, biasanya yang rezeki atau pendapatannya terkena potongan saja. ’’Yang nyolong Rp. 200 juta – Rp. 500 juta atau semiliar sebulan. Bagi mereka, Rp. 75 juta mah nggak lihat,’’ ujar Ahok dengan gaya khasnya.
Ahok menambahkan, penilaian TKD itu murni berdasar kinerja. Dalam setiap kerja yang dilakukan, ada kredit poin masing-masing. Nilai setiap poin bagi seluruh PNS di lingkungan Pemprov DKI adalah Rp. 9.000. ’’Misalnya, Sekda ngerjain 4.700 poin, maka tinggal ngalikan. Dapatlah dia Rp 30 juta itu,’’ paparnya. Pada awal penerapan kebijakan tersebut, lanjut Ahok, mungkin saja bakal terjadi gesekan. Namun, pihaknya optimistis nanti kondisinya stabil.
Sebagaimana pernah diberitakan, mulai tahun ini pendapatan PNS dan pejabat Pemprov DKI berpeluang naik fantastis setelah penerapan TKD. Untuk lurah, misalnya, tahun lalu gajinya hanya Rp 13 juta. Tetapi, kini lurah bisa mengantongi pendapatan Rp. 33,7 juta. Para pejabat setingkat kepala dinas/biro/badan dapat menerima penghasilan lebih dari Rp. 70 juta. Demikian juga bagi para PNS.
Namun, ada beberapa kebijakan ketat untuk bisa mendapat penghasilan jumbo tersebut. Di antaranya, jika mereka telat masuk ruang kerja, tunjangan akan dipotong Rp. 500 ribu. Bagi seluruh pegawai yang kedapatan pungli, korupsi, mangkir, hingga merokok, TKD kena potong 10 persen selama dua bulan. Bila mereka pulang dari kantor terlalu cepat atau sebelum waktunya, TKD juga bakal terkena pangkas 3 persen. (del/c14/hud)
0 comments:
Post a Comment